Minggu, 16 Februari 2014


Ratry Aulianti
Kelas 6 TMI

Penghuni rayon satu gempar oleh suara tangis Salsa, hampir semuanya masuk, kamarku akhirnya jadi pengap karena kelebihan kapasitas, mereka ingn tahun apa yang terjadi.

Aku sendiri merasa aneh melihat salsa yang biasanya ceria berubah murung dari sejak pagi dan tahu-tahu, ketika pulang dari masjid selepas shalat ashar ia menangis terseguk-seguk, mungkin ini yang membuat teman-teman lain, yang tadinya duiduk-duduk didepan kamar menikmati pemandangan indah, sabtu sore mendatangi kamarku.

“Vita” Salsa kenapa? Tanya Ilya.
“Aku juga gak tahu dari tadi pagi Salsa murung terus, jawab ku, tanganku terus mengusap-ngusap punggungnya, berusaha menenangkan Salsa yang makin sesegukan.

Tak lama, Lidya yang aku mintai bantuan untuk memanggil ketua kamar menghampiri kerumunan bersama ukhti Milda –ketua kamar- lalu mendekati Salsa dan ak.

“Limadzaa’ tanyanya dalam bahasa arab dengan suara yang lembut, aku menjelaskan apa yang aku ketahui kepada ukhti Milda, ia manggu-manggut paham.

“Salsa… cerita ya sama kakak, Salsa punya masalah apa ?? tanyanya pada Salsa,  ia tak menjawab dan malah menggelengkan kepalanya.

Kalau Salsa gak mau cerita, Bagaiaman kakak Milda, Vita dan teman-teman Salsa yang lain bisa bantu, desaknya dengan lembut.

Sejenak suasana dalam kamar yang penuh sesak itu hening, mereka menunggu Salsa yang suara tangisnya sudah mulai mereda untuk bercerita.

Mimi keluar dari kantor organisasi santri putri dengan tampang kusut ia berjalan gontai ke arah kamarnya yang berada di rayon satu.

“Lima tahzaniin” ya Ukhti?? Sapa Dilla yang kebetulan berpapasan dengannya, Mimi menggelengkan kepalanya dan tersenyum menanggapi pertanyaan Dilla dengan senyum yang dipaksakan.

“Oh iya Mi, Salsa kenapa ya nangis? Dilla mengalihkan pembicaraanya, Mimi tersentak kaget mendengar pertanyaan Dilla.

“Memangnya Salsa lagi nangis sekarang?” “Mimi malah balik bertanya, Dilla mengerutkan keningnya heran, orang ditanya kok malah balik bertanya.

“Iya tuh di kamar, teman-teman yang lain juga pada nyamper kesana, gempar seisi penghuni rayon satu, habisnya pada heran sih , Salsa yang anaknya periang tahu-tahu nangis sesegukan kaya gitu, Jelas dilla panjang lebar.

“Aku juga habis dari sana tapi aku sekarang mau ke koperasi dulu, sambungnya lagi.
Mereka pun berpamitan untuk pergi ketujuannya masing-masing , Dilla bergegas menuju koperasi, takut-takut kalau koperasi keburu tutup sebelum ia sempat membeli sesuatu, karena biasanya koperasi tutup pada jam lima sore.

Mimi juga bergegas menuju kamar, ia ingin tahu apa yang terjadi pada sahabatnya Salsa.

Kalau bukan karena suasananya yang tidak tepat, aku pasti akan tertawa terbahak-bahak,  Aku kira masalah yang dihadapi Salsa adalah masalah yang sangat berat tapi ternyata, …

Salsa bercerita dengan diiringi isak tangisnya ia menangis karena sejak tadi pagi Mimi bersikap acuh padanya, ia menduga Mimi marah padanya karena ia menyelang tempat mandi Mimi, dan mandi di tempatnya sebelum Mimi datang, ketika Salsa keluar ternyata Mimi sudah ada di depan pintu kamar mandi dengan wajah yang ditundukkan, Salsa menduga kalau Mimi marah karena telah membuat Mimi lama menunggu.

Aku memang hampir ingin tertawa, tapi bukan berarti menyepelakan masalah yang dihadapi Salsa, Ia tahu betul kalau Salsa adalah orang yang sufel dan mudah bergaul, ia juga sangat bersahabat dan tidak mau bermusuhan dengan siapapun, apalagi sekarang ia bermusuhan dengan Mimi sahabat kami juga, jadi sudah pasti ia sangat merasa sedih sekali , Ya …. Terkadang masalah berebutan tempat mandi kerap kali menimbulkan percikan api perdebatan di asrama putri.

Kakak Milda masih berusaha menenangkan salsa dan tak lama kemudian Mimi muncul dari balik pintu dan menghampiri kerumunan yang makin melenggang, karena beberapa teman-teman yang lain sudah kembali ke kamarnya masing-masing, untuk bersiap-siap berangkat ke mesjid.

“Nah ini yang ditunggu-tunggu datang’ kataku spontan, Mimi mengerutkan keningnya tak mengerti dengan kalimat spontan yang aku lontarkan barusan.

“Mimi memang benar kamu masih marah sama Salsa karena kejadian tadi pagi tanya ukhti Milda to the point.

“kejadian tadi pagi,? Sahut Mimi heran, keningnya makin mengerut, mendengar pertanyaan ukhti Milda..

“itu loh gara-gara Salsa nyelang tempat mandi Mimi tadi pagi,. Jelasku singkat..
“O….. itu , aku enggak marah kok sama Salsa, jawabnya "haqiqotan ana la aghdobu ilaiki Salsa, jawab Mimi lebih meyakinkan lagi.

Salsa mengangkat wajahnya yang sedari tadi ia benamkan kebantal yang sekarang sudah basah karena air matanya.

“Mimi benaran enggak marah!”  Salsa malah bertanya lagi, mimi menjawabnya dengan anggukan mantap dan senyuman yang kali ini tulus tak dipaksakan.

“ Lalu kenapa tadi pagi Mimi cemberut, begitu Salsa keluar dari kamar mandi ? tanyanya lagi Aku dan ukhti Milda hanya diam memperhatikan, tanpa ikut campur, membiarkan mereka berdua yang menyelesaikan kesalahpahaman ini.

Karena alasan lain yang enggak aku bisa ceritakan kepada kalian, tapi benar kok, cemberutnya aku tadi pagi bukan karena tempat mandi dan bukan pula karena menunggumu, masa hanya karena hal yang sepele, aku marah sama sahabatku, sendiri tutur Mimi.

“ya bisa sajakan, habis banyak kok teman-teman yang kesal karena tempat mandinya diselang oleh yang lain atau ribut hanya karena berebut tempat mandi, ucap Salsa , kami pun tertawa.
“Nah , masalah kesalahpahaman Salsa sudah selesai , sekarang Mimi yang harus bercerita tentang masalah yang dihadapi ,” Ukhti Milda angkat suara, Aku dan Salsa menanti Mimi untuk mulai bicara.
“maaf teman-teman ukhti Milda, aku enggak bisa cerita, “tolak Mimi yang wajahnya tadi mulai cerah berubah keruh kembali.

“sebagai sahabat kita kan harus saling berbagi, Aku selalu bercerita kalau lagi punya masalah sama kalian, masa sekarang Mimi punya masalah malah ditutup-tutupi dan gak mau berbagi. Aku berharap dengan desakan ini Mimi mau berbagi.

“Iya Mimi ayo dong cerita tambah Salsa,

Mimi menyerah akhirnya mau bercerita kepada ukhti Milda, aku dan Salsa.
Mimi sudah dua bulan belum membayar uang cucian, Ia udah berkali-kali dipanggil oleh pengurus, ke kantor organisasi, tapi apa boleh buat, ia benar-benar tidak memiliki uang sepeser pun, orang tuanya bilang kalau mereka baru bisa datang menjenguk minggu depan, sedangkan ukhti Emi bagian pembayaran laundry, terus menerus menagih, ia tidak berani menelpon orang tuanya karena takut membuat mereka khwatir dan kepikiran

Pantas saja aku sering melihatnya di panggil ke kantor organisasi dan di panggil ukhti Emi, aku juga tak pernah melihatnya jajan, aku jadi kesal terhadap diriku yang tidak peka terhadap masalah yang dihadapi sehabatku sendiri, mungkin aku terlalu egois sampai-sampai tidak menyadarinya.

“Kenapa Mimi tidak bercerita kakak, atau teman-teman mimi yang lain, ucap ukhti Milda.

“Mimi enggak mau merepotkan siapapun ukhtii.
“Mengapa Mimi bicara begitu? kami tidak akan pernah merasa direpotkan, malah kami akan sangat senang jika diperbolehkan mambantumu, iya kan Vit? Salsa menanyakan Aku, Aku mengangguk.

“Kita ini umat muslim, Mi, sudah seharusnya saling membantu, sesama saudara, “ Ukti Milda berkata dengan bijak.

Begini saja , Bagaimana kalau Mimi pinjam uangku? Kebetulan besok orang tuaku akan datang menjenguk, Jadi aku akan mendapatklan uang jajan untuk bulan ini, Aku menawarkan bantuan..

“Tidak usah Vit nanti kamu kekurangan lagi, tolak Mimi.
“tak apa kok, aku memang sedang menghemat, jadi uangnya bisa kupinjamkan padamu,” setelah agak sulit memaksa, akhirnya Mimi menyetujui untuk aku pinjamkan uang.

“Aku dapat mengambil pelajaran dari kejadian yang aku dan sahabatku alami, ternyata karena sebuah ekspresi wajah dapat menimbulkan kesalahpahaman juga, aku jadi teringat dengan nasihat ibu untuk selalu tersenyum kepada siapa saja, dan meyapa dengan sapaan hangat agar ukhuwah islamiyyah terjalin dengan sangat kuat dan  tidak terjadi kesalah pahaman, lagi pula senyuman juga ibadah jadi apa salahnya untuk terseyum.

0 komentar: