Senin, 10 Februari 2014



Ust. Syaiful Amri Maulana Al-Hafidz
 
Gas LPG merupakan salah satu dari subsidi pemerintah yang sangat dibutuhkan masyarakat. Sekarang, LPG bukan hanya dimiliki dan digunakan oleh para kalangan atas (the have) akan tetapi sudah menjadi bahan bakar pokok bagi semua kalangan mulai masyarakat dari kelas bawah , tukang becak, pedagang kaki lima, masyarakat perkotaan, menengah bahkan masyarakat  pelosok di gang-gang sempit pun sudah menggunakan yang namanya LPG.bedanya mereka mungkin dari daya beli harga dan kualitas tabungnya, kalau masyarakat kelas atas menggunakan kompor, tabung dan selang gas yang bermutu tinggi dan safety. Sedangkan untuk kalangan bawah hanya sekadar menggunakan kompor, tabung dan selang gas apa adanya  yang itu pun di bagi-bagikan percuma atau gratis oleh pemerintah (subsidi).

Tabung gas subsidi 3 kg. lebih terjangkau harganya dibanding tabung gas yang 14 kg. Tapi sering kali murahnya harga peralatan berimbas pada rendahnya standar keselamatan yang diberikan. Buktinya lihat saja baru-baru ini sudah berapa juta tabung gas LPG bersubsidi yang ditarik balik oleh pertamina (pemerintah) karena tidak memenuhi standar keselamatan internasional.

Kadang besarnya keuntungan dan harga yang berbeda memicu tangan-tangan jail untuk melakukan pengoplosan dan pengurangan isi tabung gas, tanpa mengindahkan jaminan keselamatan dirinya dari bahaya ledakan LPG itu sendiri.  Karena LPG berasal dari campuran gas butan dan propan yang dicairkan, sehingga LPG dikatagorikan kedalam kelas berbahaya dan mattan yang bersensitifitas tinggi yang akan mudah meledak, LPG juga merupakan gas yang sangat ringan tidak berwarna dan tidak berbau, gasnya 2xali lebih ringan dari pada udara sehingga jika terjadi kebakaran maka akan lebih cepat menyambar dipermukaan udara mengikuti arah angin.

Mengingat banyaknya kasus ledakan dimasyarakat maka masalah ini menjadi momok dan bumerang bagi pemerintah yang menjadi pencetus subsidi gas pengganti minyak tanah bagi semua masyarakat.karena kurang lebih 80% masyarakat bawah pengguna minyak tanah berbondong-bondong pindah menjadi pengguna gas bersubsidi. Saking banyaknya penggunaan gas dikalangan masyarakat bawah maka akhirnya banyak terjadi kasus korban ledakan ini disebabkan karena beberapa faktor pemicu diantaranya ruang dapur yang sempit, dan berdesak-desakan, sehingga karena volum ruangan dapur yang kecil dan jarak yang terlalu berdekatan antara kompor dan tabung gas juga ditambah lagi fentilasi udara yang kurang baik.

Ada juga faktor perlatan listrik didalam rumah banyak yang tidak  aman maka sangat rentang sekali menjadi pemicu ledakan demi ledakan. Disamping faktor internal juga ada faktor diluar itu yaitu kesadaran, pengetahuan, pendidikan masyarakat dan budaya keselamatan pada masyarakat kelas bawah berada pada titik nadir. Sehingga apabila kelayakan tabung-tabung gas subsidi pemerintah diabaikan dan tidak dirancang dengan kemampuan menahan tekanan uap yang baik maka dikhawatirkan akan semakin banyak lagi masyarakat indonesia yang akan menjadi korban ledakan gas.

Upaya lain untuk meminimalisir adalah dengan meningkatkan Sistem Pengendalian dan pengawasan  di SPBE masing-masing daerah. Dan juga tak ketinggalan bahan peralatan yang lainnya seperti ; kompor, regulator dan selang harus bersertifikat ISO.

Semoga dengan perhatian dan keseriusan pemerintah menangani polemik LPG ini, semakin tidak bertambah lagi banyak korban yang jatuh akibat human error atau kesalahan orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang hanya sekadar mementingkan keuntungannya semata tanpa memperhitungkan akibat korban nyawa yang tak berdosa.