Senin, 17 Februari 2014



Harapan besar dari seorang pendidik adalah bagaimana para anak didiknya memiliki ghiroh untuk selalu rajin membaca dan mengulang kembali semua pelajaran-pelajaran yang sudah diajarkan/disampaikan oleh guru-gurunya tanpa harus menekannya dengan tindakan-tindakan keras dan kasar yang justru malah akan membentuk jiwa murid yang berani memberontak kepada gurunya walaupun ia tidak langsung menyampaikan didepan muka gurunya akan tetapi ia akan menampakkanya dengan sifat, sikap dan prilakunya yang kurang menghormati akan eksistensi gurunya. Harapan besar ini niscaya tidak akan mudah terwujud sebelum para guru merubah pola fakir (mind set) murid/santrinya.

Seorang Pendidik selain mengajar di kelas juga harus bisa menjadi pembimbing bagi murid/santrinya dalam hal kebiasaan dan kesehariannya di luar kelas, karena pendidiklah yang menjadi motor penggerak pertama dalam memberi semangat dan motivasi hidup murid-muridnya dalam belajar, ajaklah murid kita untuk senantiasa cinta dalam ilmu dan pacu semangat mereka untuk terus menggali dan memperdalam pengetahuannya, pahamkan mereka akan urgensi nilai sebuah ilmu yang suatu saat nanti pasti akan berguna dan bermanfaat, beri motivasi mereka dengan slogan-slogan membangun yang dapat merubah  pola fakir malas baca dan belajar, menjadi pola fakir yang bersinergi dan rajin membaca.

Kalau ini semua terus dilakukan oleh para pendidiknya tanpa henti dan bosan-bosannya niscaya dan tidak akan mustahil sedikit demi sedikit keterpikatan anak akan membaca dan menambah wawasan keilmuanya akan muncul secara sadar dalam pribadi anak-anak didiknya, sehingga dengan tanpa harus menguras energi dan tenaga gurunya, anak-anak kita sudah mengexplore kemampuannya dirinya masing-masing sesuai dengan kapasitas wawasan keilmuannya.

Inilah ghozwatulfikri yang harus selalu ditanamkam kepada anak-anak didik kita sejak dini sehingga apabila mind set murid/santri kita sudah berubah dalam memandang arti pentingnya sebuah ilmu maka akan muncul upaya pribadi agar dapat terus membaca buku dalam saban waktu dan harinya, sehingga akan lahirlah pertanyaan–pertanyaan dalam benak fikiran anak-anak didik kita :

“Sudahkah aku membaca buku hari ini” ?

“Berapa banyakkah buku bacaan yang sudah selesai dibaca dalam satu harii” ?

Kalau pertanyaan-pertanyaan di atas sudah ada dalam setiap benak anak-anak murid/santri kita, maka secara otomatis akan memberi perubahan langsung kepada bentuk perilaku/karakter pribadi kesehariannya (culture set), hatta tidak ada santri atau murid-murid kita yang berlalulalang disekitar kawasan lingkungan pesantren kecuali ia bersama sebuah buku sebagai bahan bacaannya. Ini tentu akan membuat dan menjadikan iklim lingkungan pendidikan lebih asri dan harmonis, karena semua komponen di seluruh lingkungan pendidikannya menggandrungi buku sebagai sumber mata airnya ilmu.

Dan apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas belum terbangun dalam jiwa dan pikiran setiap santri, maka sudah menjadi kelaziman kepada semua pendidik dan guru untuk selalu terus menerus mengingatkan dan mengevaluasi pertanyaan itu ketika dalam pertemuan-pertemuannya di dalam kelas atau di luar kelas, agar dapat selalu me-refresh fikiran mereka dan memperbaharui kembali nilai semangat mereka, karena setiap pendidik akan selalu dijadikan sebagai sokoguru yang ditiru bagi murid-muridnya.


“YOU ARE WHAT YOU THINK”

Inilah suatu peribahasa yang harus dimiliki oleh setiap santri, jadi apa yang kamu pikir tentang dirimu begitulah hakikat dirimu sebenarnya. Seandainya kamu berpikir diri kamu adalah anak baik yang hobi membawa buku dan membacanya dalam tiap hari, maka perilaku keseharian kamu juga otomatically akan mengikuti sesuai jalan fikiranmu. Sehingga akhirnya membaca sebuah buku dalam setiap harinya akan menjadi adat kebiasaan kamu (culture set) sehari-hari tanpa ada paksaan maupun tekanan dari siapapun. Dan membaca tentulah sangat amat berguna sekali untuk memperluas wawasan cakrawala berfikir santri sesuai dengan motto pondok kita yaitu berpengetahuan luas.

0 komentar: