Senin, 10 Februari 2014



Ust. H. Asep Sofyan, S.Pd.I

Hampir menjadi suatu kelaziman alami yang dimillki oleh setiap insan manusia adalah selalu melihat dan menilai kekurangan,kelemahan dan kesalahan orang lain.

Bahkan semenjak mulai bangun pagi dari tidurnya, yang pertama Nampak, terlihat dan terbayang adalah kesalahan dan kelemahan dari orang lain, jarang sekali ada orang yang ketika memulai hari barunya di pagi hari setelah bangun memperhatikan apa saja yang menjadi kekurangan dan kesalahan dirinya pada hari ini yang harus senantiasa terishlah saban tanpa henti demi mencari jati diri yang suci.

Kenapa hal itu bisa terjadi ? semua itu terjadi, karena pandangan matanya selalu diarahkan tertuju kepada orang lain, tanpa mau menengok bahkan enggan untuk melihat apa saja yang menjadi kekurangan/kesalahan pada diri pribadinya.

Lalu sebab apakah yang membuat seseorang itu sulit untuk mau melihat kesalahan pada dirinya sendiri?, padahal kesalahannya itu sangatlah teramat jelas dan Nampak bahkan

menempel dekat menyertainya. Mungkin ini semua terjadi karena tidak adanya rasa keingin tahuan apa yang telah menjadi kesalahannya atau karena tidak adanya keberanian pada diri sendiri untuk mengi’tirof atau mengakui apa saja yang telah menjadi kesalahan. Padahal Rosululloh SAW. Memberikan gambaran bahwa setiap insan sebagai bani Adam pasti memiliki kesalahan (kullu bani adam khottouun).

Pertanyaannya Siapakah bani adam itu? Pasti semua manusia dimuka bumi ini disebut bani Adam. Dan sudah pasti tanpa terkecuali,manusia sudah termasuk didalam klaim hadist baginda Rosulloh SAW. diatas. Tinggal bagaimana seseorang melihat dan menemukan setiap kesalahan masing-masing tersebut. Lalu berusaha sekuat tenaga untuk selalu memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut.
Adapula sebagian orang yang merasa ia sudah memiliki segalanya baik berupa pangkat, jabatan, kekayaan, keilmuan bahkan kesolehan pribadinya, lalu ia mengatakan bahwa dirinya sudah tidak pernah memiliki kesalahan dan kekurangan pribadi, jadi tidak perlu lagi melakukan ishlahunnafsi,ini jelas merupakan prinsif yang keliru, sebab Nabi telah terangkan dalam hadist di atas, bahwa jangan lupa,  seseorang yang berhasil itu juga adalah bani adam (keturunan adam yang tidak ma’shum) pasti masih memiliki kesalahan disisinya yang lain walaupun ia memiliki segudang keberhasilan disegala bidang, kalau seandaianya saja ia mau melihat dan mengakuinya. Seperti nabi-nabi terdahulu juga yang sudah jelas pangkat dan derajatnya, kekayaan, keilmuan  dan kesolehannya masih harus berprinsif

Lalu bagaiamana dengan kita selaku umatnya, berarti sudah pasti umatnya harus lebih layak mengatakan ucapan tersebut diatas. Dengan cara mau mengakui segala apa yang menjadi kesalahannya sehingga memudahkan baginya untuk meperbaiki dengan lebih baik kedepannya.

Inilah yang dinamakan dengan Ishlah tanpa batas yang harus dimiliki oleh setiap individu muslim dan mu’min, sehingga ia merasa harus selalu melakukan perbaikan dan perbaikannya lagi. Karena ia yakin bahwa diatas langit masih ada langit, diatas keberhasilan kita masih ada orang yang lebih berhasil bahkan diatas kesolehan kita masih pasti masih ada orang yang lebih baik dan sholeh dari kita.

Inilah yang diharapkan baginda Rosululloh kepada umatnya agar
tercipta akhlak muslim yang selalu membenahi segala kelemahan dan kesalahannya yang ada pada dirinya tanpa harus selalu melontarkan kesalahan-kesalahannya yang ada pada orang lain semata. Baik dari kalangan pejabat, hartawan, ilmuwan bahkan agamawan yang sholeh pun harus selalu mendahulukan perbaikan pada dirinya sehingga akan selalu meningkatkan derajat kesholehannya. Sehingga terjadi yang namanya proses ishlah tanpa batas. Wassalam.