Ratry Aulianti
Kelas 6 TMI
Penghuni rayon satu gempar oleh
suara tangis Salsa, hampir semuanya masuk, kamarku akhirnya jadi pengap karena
kelebihan kapasitas, mereka ingn tahun apa yang terjadi.
Aku sendiri merasa aneh melihat
salsa yang biasanya ceria berubah murung dari sejak pagi dan tahu-tahu, ketika
pulang dari masjid selepas shalat ashar ia menangis terseguk-seguk, mungkin ini
yang membuat teman-teman lain, yang tadinya duiduk-duduk didepan kamar
menikmati pemandangan indah, sabtu sore mendatangi kamarku.
“Vita” Salsa kenapa? Tanya Ilya.
“Aku juga gak tahu dari tadi pagi Salsa murung terus, jawab ku, tanganku terus mengusap-ngusap punggungnya,
berusaha menenangkan Salsa yang makin sesegukan.
Tak lama, Lidya yang aku mintai
bantuan untuk memanggil ketua kamar menghampiri kerumunan bersama ukhti Milda
–ketua kamar- lalu mendekati Salsa dan ak.
“Limadzaa’ tanyanya dalam bahasa
arab dengan suara yang lembut, aku menjelaskan apa yang aku ketahui kepada ukhti Milda, ia manggu-manggut paham.
“Salsa… cerita ya sama kakak,
Salsa punya masalah apa ?? tanyanya pada Salsa,
ia tak menjawab dan malah menggelengkan kepalanya.
Kalau Salsa gak mau cerita,
Bagaiaman kakak Milda, Vita dan teman-teman Salsa yang lain bisa bantu,
desaknya dengan lembut.
Sejenak suasana dalam kamar yang
penuh sesak itu hening, mereka menunggu Salsa yang suara tangisnya sudah mulai
mereda untuk bercerita.
Mimi keluar dari kantor
organisasi santri putri dengan tampang kusut ia berjalan gontai ke arah kamarnya
yang berada di rayon satu.
“Lima tahzaniin” ya Ukhti?? Sapa Dilla yang
kebetulan berpapasan dengannya, Mimi menggelengkan kepalanya dan tersenyum
menanggapi pertanyaan Dilla dengan senyum yang dipaksakan.
“Oh iya Mi, Salsa kenapa ya
nangis? Dilla mengalihkan pembicaraanya, Mimi tersentak kaget mendengar
pertanyaan Dilla.
“Memangnya Salsa lagi nangis
sekarang?” “Mimi malah balik bertanya, Dilla mengerutkan keningnya heran, orang
ditanya kok malah balik bertanya.
“Iya tuh di kamar, teman-teman
yang lain juga pada nyamper kesana, gempar seisi penghuni rayon satu, habisnya
pada heran sih , Salsa yang anaknya periang tahu-tahu nangis sesegukan kaya
gitu, Jelas dilla panjang lebar.
“Aku
juga habis dari sana
tapi aku sekarang mau ke koperasi dulu, sambungnya lagi.
Mereka pun berpamitan untuk pergi
ketujuannya masing-masing , Dilla bergegas menuju koperasi, takut-takut kalau
koperasi keburu tutup sebelum ia sempat membeli sesuatu, karena biasanya
koperasi tutup pada jam lima
sore.
Mimi juga bergegas menuju kamar,
ia ingin tahu apa yang terjadi pada sahabatnya Salsa.
Kalau bukan karena suasananya
yang tidak tepat, aku pasti akan tertawa terbahak-bahak, Aku kira masalah yang dihadapi Salsa adalah
masalah yang sangat berat tapi ternyata, …
Salsa bercerita dengan diiringi
isak tangisnya ia menangis karena sejak tadi pagi Mimi bersikap acuh padanya,
ia menduga Mimi marah padanya karena ia menyelang tempat mandi Mimi, dan mandi
di tempatnya sebelum Mimi datang, ketika Salsa keluar ternyata Mimi sudah ada di
depan pintu kamar mandi dengan wajah yang ditundukkan, Salsa menduga kalau Mimi
marah karena telah membuat Mimi lama menunggu.
Aku memang hampir ingin tertawa,
tapi bukan berarti menyepelakan masalah yang dihadapi Salsa, Ia tahu betul
kalau Salsa adalah orang yang sufel dan mudah bergaul, ia juga sangat bersahabat
dan tidak mau bermusuhan dengan siapapun, apalagi sekarang ia bermusuhan dengan Mimi sahabat kami juga, jadi sudah pasti ia sangat merasa sedih sekali , Ya ….
Terkadang masalah berebutan tempat mandi kerap kali menimbulkan percikan api
perdebatan di asrama putri.
Kakak Milda masih berusaha
menenangkan salsa dan tak lama kemudian Mimi muncul dari balik pintu dan
menghampiri kerumunan yang makin melenggang, karena beberapa teman-teman yang
lain sudah kembali ke kamarnya masing-masing, untuk bersiap-siap berangkat ke
mesjid.
“Nah ini yang ditunggu-tunggu
datang’ kataku spontan, Mimi mengerutkan keningnya tak mengerti dengan kalimat spontan
yang aku lontarkan barusan.
“Mimi memang benar kamu masih
marah sama Salsa karena kejadian tadi pagi tanya ukhti Milda to the point.
“kejadian tadi pagi,? Sahut Mimi
heran, keningnya makin mengerut, mendengar pertanyaan ukhti Milda..
“itu loh gara-gara Salsa nyelang
tempat mandi Mimi tadi pagi,. Jelasku singkat..
“O….. itu , aku enggak marah kok
sama Salsa, jawabnya "haqiqotan ana la aghdobu ilaiki Salsa, jawab Mimi lebih
meyakinkan lagi.
Salsa mengangkat wajahnya yang
sedari tadi ia benamkan kebantal yang sekarang sudah basah karena air matanya.
“Mimi benaran enggak marah!” Salsa malah bertanya lagi, mimi menjawabnya
dengan anggukan mantap dan senyuman yang kali ini tulus tak dipaksakan.
“ Lalu kenapa tadi pagi Mimi
cemberut, begitu Salsa keluar dari kamar mandi ? tanyanya lagi Aku dan ukhti Milda hanya diam memperhatikan, tanpa ikut campur, membiarkan mereka berdua
yang menyelesaikan kesalahpahaman ini.
Karena alasan lain yang enggak
aku bisa ceritakan kepada kalian, tapi benar kok, cemberutnya aku tadi pagi
bukan karena tempat mandi dan bukan pula karena menunggumu, masa hanya karena
hal yang sepele, aku marah sama sahabatku, sendiri tutur Mimi.
“ya bisa sajakan, habis banyak kok
teman-teman yang kesal karena tempat mandinya diselang oleh yang lain atau ribut
hanya karena berebut tempat mandi, ucap Salsa , kami pun tertawa.
“Nah , masalah kesalahpahaman Salsa sudah selesai , sekarang Mimi yang harus bercerita tentang masalah yang dihadapi
,” Ukhti Milda angkat suara, Aku dan Salsa menanti Mimi untuk mulai bicara.
“maaf teman-teman ukhti Milda,
aku enggak bisa cerita, “tolak Mimi yang wajahnya tadi mulai cerah berubah
keruh kembali.
“sebagai sahabat kita kan harus
saling berbagi, Aku selalu bercerita kalau lagi punya masalah sama kalian, masa sekarang Mimi punya masalah malah ditutup-tutupi dan gak mau berbagi.
Aku berharap dengan desakan ini Mimi mau berbagi.
“Iya Mimi ayo dong cerita tambah Salsa,
Mimi menyerah akhirnya mau bercerita
kepada ukhti Milda, aku dan Salsa.
Mimi sudah dua bulan belum membayar
uang cucian, Ia udah berkali-kali dipanggil oleh pengurus, ke kantor organisasi,
tapi apa boleh buat, ia benar-benar tidak memiliki uang sepeser pun, orang tuanya
bilang kalau mereka baru bisa datang menjenguk minggu depan, sedangkan ukhti Emi
bagian pembayaran laundry, terus menerus menagih, ia tidak berani menelpon
orang tuanya karena takut membuat mereka khwatir dan kepikiran
Pantas saja aku sering melihatnya
di panggil ke kantor organisasi dan di panggil ukhti Emi, aku juga tak pernah
melihatnya jajan, aku jadi kesal terhadap diriku yang tidak peka terhadap
masalah yang dihadapi sehabatku sendiri, mungkin aku terlalu egois
sampai-sampai tidak menyadarinya.
“Kenapa Mimi tidak bercerita
kakak, atau teman-teman mimi yang lain, ucap ukhti Milda.
“Mimi enggak mau merepotkan
siapapun ukhtii.
“Mengapa Mimi bicara begitu?
kami tidak akan pernah merasa direpotkan, malah kami akan sangat senang jika
diperbolehkan mambantumu, iya kan
Vit? Salsa menanyakan Aku, Aku mengangguk.
“Kita ini umat muslim, Mi, sudah
seharusnya saling membantu, sesama saudara, “ Ukti Milda berkata dengan bijak.
Begini saja , Bagaimana kalau Mimi pinjam uangku? Kebetulan besok orang tuaku akan datang menjenguk, Jadi aku
akan mendapatklan uang jajan untuk bulan ini, Aku menawarkan bantuan..
“Tidak usah Vit nanti kamu
kekurangan lagi, tolak Mimi.
“tak apa kok, aku memang sedang
menghemat, jadi uangnya bisa kupinjamkan padamu,” setelah agak sulit memaksa,
akhirnya Mimi menyetujui untuk aku pinjamkan uang.
“Aku dapat mengambil pelajaran
dari kejadian yang aku dan sahabatku alami, ternyata karena sebuah ekspresi
wajah dapat menimbulkan kesalahpahaman juga, aku jadi teringat dengan nasihat
ibu untuk selalu tersenyum kepada siapa saja, dan meyapa dengan sapaan hangat
agar ukhuwah islamiyyah terjalin dengan sangat kuat dan tidak terjadi kesalah pahaman, lagi pula senyuman juga ibadah jadi apa
salahnya untuk terseyum.
0 komentar:
Posting Komentar