Ust. H. Asep Sofyan, S.Pd.I
‘Ainurridho’ adalah ‘mata
cinta’ Penglihatan yang penuh dengan dengan perasaan senang dan rela terhadap
suatu objek, bagaimanapun keadaanya. Adapun ‘Ainusukhti’ adalah mata
kebenciaan. Suatu penglihatan yang penuh dengan perasaan marah dan murka.
Baik ‘ainurridho’
maupun ainusukhti’, keduanya sama-sama tidak akan mampu melihat segala sesuatu
secara ‘itidal’/ objektif, apa adanya.
Dihadapan ‘ainurridho’
segala sesuatu kejelekan seseorang tidak pernah akan Nampak seperti aib, contoh
seorang ibu yang membela mati-matian anaknya tidak bersalah, meski sebenarnya
ia tahu bahwa anaknya benar-benar telah berbuat salah. Sebesar apapun kesalahan
anak didepan ‘ainurridho’ bukanlah sebuah aib, sebab penglihatan
objektifitasnya telah terhijab dengan besarnya rasa cinta dan senang sehingga
penilaian-penialainnya tidak akan tajam (kalilah).
Sebaliknya dalam
pandangan ‘ainussukhti’ apapun yang anda perbuat semuanya buruk, Sebaik
apapun yang anda kerjakan tetap dinialai dan dicatat sebagai sebagai suatu keburukan.
Pengllihatan ‘ainuskhti’
hanya akan menghasilkan kecurigaan, cemoohan, penghinaan, dan su’udzon berlebihan
yang tak pernah berujung.
Bahkan pelakunya
cenderung berupaya selalu merekayasa dan memutarbalikkan fakta-fakta yang ada,
sebagai satu siasat untuk menjatuhkan derajat kehormatannya dan melampiaskan
kemurkaan dan kebencian nafsu ‘ainusukhti’nya.
Lalu bagaimanakah
sikap kita menghadapi orang yang memiliki ‘ainusukhti’?
Yang pertama dengan
membuat pembuktian dengan kerja keras dan tawakal kepada Alloh.karena Tidak ada
lagi kalimat dan kata-kata yang akan dapat didengar, oleh sebab akal sehatnya
sudah terpengaruhi dengan pandangan-pandangan picik hatta objektivitas
penilaiannya sudah terkontaminasi oleh polusi kebencian. Jadi bukanlah
penjelasan Syafahi/ Verbal yang dapat menjawab tantangan penilaian orang yang
memiliki ‘ainussukhti’.
Dan jawaban yang
kedua menghadapi tipu daya ‘ainusukhti’. Yaitu dengan memperbesar
husnuzhonnya terhadap pelaku, buatlah
dirimu
seakan-akan tuli atau telingamu tertutup dan tidak pernah mendengar sedikit pun
ucapan-ucapan kebencian darinya.
Lalu apakiranya
yang ,menjadi sebab munculnya ‘ainussukhti’?. Bibit awalnya dimulai dari
perbedaan kesenjangan yang yang menjadi jurang pemisah yang jauh antar satu
dengan yang lainnya, juga ketiadaan berfikir rasional dan ketidakmampuan bersikap
objektif.sehingga menjadi rentan terserang virus ‘ainusukhti’ yang merajalela
dan melanda pergaulan sosial keseharian kita.
Semoga kita
semua bisa belajar untuk memandang segala sesuatu perkara secara ‘itidal’ atau
‘tawasuth’ sehingga tidak akan terjadi korban yang merasa terzholimi, atau
orang-orang yang merasa bangga dan tertawa-tawa diatas penderitaandan
kesediahan orang lain karena telah berhasil mendzolimi lawannya dengan ‘ainusukhti’.