Radikalisme adalah salah satu faham ideologi yang
kebablasan, faham ini semakin lama semakin tumbuh subur di bumi Indonesia, Hal
ini terjadi tidak mungkin lepas dari peran, para tokohnya, dan para da’i-da’inya
yang terlalu sempit memaknai kandungan-kandungan isi Al-Qur’an sehingga sengaja
ataupun tidak, telah menyebarluaskan benih-benih radikalisme dengan cara-cara
kekerasan, baik kekerasan wacana yang selalu didengungkan di mimbar-mimbar atau
media-media bahkan kekerasan-kekerasan
fisik yang selalu diinformasikan dan dipertontonkan oleh seluruh media
secara luas hanya dengan dalih kekerasannya untuk berjihad atau amar ma’ruf
nahi munkar yang dilakukan bukan oleh orang
yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Mengingat para pengikut faham ideologi mereka,
kebanyakannya berasal dari kaum awam yang hanya ikut dan mengikuti apa yang telah
disampaikan oleh para tokohnya, apalagi yang disampaikan itu membakar faham
teologi keyakinan dengan mengatakan bahwa kelompok
yang tidak sama dengan kita adalah penyembah thogut dan telah kafir karena
menjadi antek-antek pengikut iblis. Statemen ini tentu muncul bukan dari
mulut seorang yang berkata dengan hikmah akan tetapi muncul dari nafsu
emosional membara yang membabi buta mengalahkan kejernihan berfikir, dan juga karena
faktor kesempitan pemahaman dalam menafsirkan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.
Apabila nilai jihad yang salah terus disampaikan kepada madh’unya tentu akan
membentuk doktrin-doktrin dan dogma-dogma yang sesat sehingga berubah dari
ideologi menjadi teologi, apabila sudah menjadi teologi maka semua kelompok selain
mereka dikatakan salah dan mereka akan mati-matian membela teologi yang mereka yakini
itu walaupun harus mengorbankan jiwa raga dan tetesan darahnya. padahal Al-Qur’an
sendiri sudah menunjukan bahwa kebenaran itu adalah milik Allah SWT. dan
manusia atau suatu kelompok tidak boleh merasa paling benar karena kebenaran
manusia itu sifatnya relatif bergelombang, kadang ada saatnya benar kadang
pernah juga salah. Jadi kebenaran tidak bisa difanatiskan menjadi milik pribadi
atau satu kelompok.
(Kebenaran itu dari Tuhanmu)
Hak Mutlak milik Allah, Jadi lebih tepatnya kita semua manusia adalah
sang ‘pencari kebenaran’ yang mana kebenaran itu akan kita jumpai setelah
tibanya keyakinan/kematian.
(Beribadahlah kepada Robbmu sampai datangnya
keyakinan/kematian)
Radikalisme bukanlah idealisme, Radikalisme
lebih mengedepankan jalan pintas (short
cut) untuk mencapai maksud tujuannya walaupun harus ditempuh dengan segala
cara tanpa menimbang-nimbang maslahat dan mafsadatnya karena otak pikirannya
sudah diiming-imingi dengan janji-janji yang belum pasti akan mereka temukan
nanti, dan lagi yang mendominasi fikiran mereka
adalah rasa emosi dan kebencian kepada yang tidak sepaham dengannya
bukan rasa kasihan kepada mereka karena belum mendapatkan percikan hidayah
Allah SWT. dan lalu mendoakannya.
Dalam faham ini para pengikutnya terlalu berangan-angan
akan merubah masyarakat muslim secara instant kepada tujuan dan harapan yang
telah menjadi cita-cita dan tujuan kelompok mereka. Akan tetapi mereka lupa
untuk menentukan mana yang harus dijadikan ‘jalan’ dan mana yang menjadi
‘tujuan’, sehingga ketika ‘jalan’ dijadikannya sebagai ‘tujuan’ maka sebenarnya
mereka sedang membela dan mengejar-ngejar sesuatu yang semu dan fatamorgana
yang belum tentu pas kebenarannya. Mengapa Rasululloh SAW mengajarkan kepada
kita dalam setiap kita hendak beramal baik sholat lima waktu atau amalannya
yang lain selalu mengakhiri nawaitu kita
dengan kata LILLAHI SWT? Tujuannya karena Allah semata. kalaulah hanya Allah
SWT. yang dijadikannya sebagai ‘tujuan’, maka untuk mengambil ‘jalan’nya pun
harus ditempuh dengan cara-cara yang diridhoi di jalan Allah SWT. yaitu dengan
hikmah, mau’izhoh hasanah dan mujadalah bilati hiya ahsan.
Jadi inilah yang harus dijadikan sebagai ‘tujuan’
oleh setiap individu mukmin dalam berjuang, jadi bukan karena ‘agama’ akan
tetapi lebih jauh dari itu karena ‘pemilik agama’ atau bukan pula karena
fanatis kelompok’ akan tetapi karena ‘pemilik dan penggenggam nyawa kelompoknya
itu’. Jika tujuannya benar maka perjuangnya pun harus dengan ‘jalan’ yang benar
pula. Mengapa tujuannya itu harus Lillah?, karena dari situlah muara pertama
dan titik terakhir (alhasil) dari sebuah perjuangan, yaitu ketika berubahnya
suatu kelompok masyarakat yang kita rangkul lalu kita bawa dan kita ajak ke arah
positif yang lebih baik, karena asbabnya telah mendapatkan hidayah, dan hidayahlah
yang menjadi anak kunci perubahan, yang sumbernya hanya dari milik penggenggam
hati manusia yaitu Allah SWT. Sekuat
apapun usaha dan perjuangan kita kalau kehendak Allah SWT. belum diberikan pasti
tidak terjadi perubahan dan perbaikan, artinya kalaupun kita ingin memaksimalkan
cara/ jalan usaha kita untuk mendapatkan hidayah tentu kita harus menggunakannya
dengan ‘jalan’ yang arif dan penuh hikmah.
0 komentar:
Posting Komentar