Ust. Syaiful
Amri Maulana Al-Hafidz
Gas LPG
merupakan salah satu dari subsidi pemerintah yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Sekarang, LPG bukan hanya dimiliki dan digunakan oleh para kalangan atas (the
have) akan tetapi sudah menjadi bahan bakar pokok bagi semua kalangan mulai
masyarakat dari kelas bawah , tukang becak, pedagang kaki lima, masyarakat perkotaan,
menengah bahkan masyarakat pelosok di
gang-gang sempit pun sudah menggunakan yang namanya LPG.bedanya mereka mungkin
dari daya beli harga dan kualitas tabungnya, kalau masyarakat kelas atas
menggunakan kompor, tabung dan selang gas yang bermutu tinggi dan safety. Sedangkan
untuk kalangan bawah hanya sekadar menggunakan kompor, tabung dan selang gas
apa adanya yang itu pun di bagi-bagikan percuma
atau gratis oleh pemerintah (subsidi).
Tabung gas
subsidi 3 kg. lebih terjangkau harganya dibanding tabung gas yang 14 kg. Tapi
sering kali murahnya harga peralatan berimbas pada rendahnya standar
keselamatan yang diberikan. Buktinya lihat saja baru-baru ini sudah berapa juta
tabung gas LPG bersubsidi yang ditarik balik oleh pertamina
(pemerintah) karena tidak memenuhi standar keselamatan internasional.
Kadang besarnya
keuntungan dan harga yang berbeda memicu tangan-tangan jail untuk melakukan pengoplosan
dan pengurangan isi tabung gas, tanpa mengindahkan jaminan keselamatan dirinya
dari bahaya ledakan LPG itu sendiri.
Karena LPG berasal dari campuran gas butan dan propan yang dicairkan,
sehingga LPG dikatagorikan kedalam kelas berbahaya dan mattan yang
bersensitifitas tinggi yang akan mudah meledak, LPG juga merupakan gas yang
sangat ringan tidak berwarna dan tidak berbau, gasnya 2xali lebih ringan dari
pada udara sehingga jika terjadi kebakaran maka akan lebih cepat menyambar
dipermukaan udara mengikuti arah angin.
Mengingat
banyaknya kasus ledakan dimasyarakat maka masalah ini menjadi momok dan
bumerang bagi pemerintah yang menjadi pencetus subsidi gas pengganti minyak
tanah bagi semua masyarakat.karena kurang lebih 80% masyarakat bawah pengguna
minyak tanah berbondong-bondong pindah menjadi pengguna gas bersubsidi. Saking
banyaknya penggunaan gas dikalangan masyarakat bawah maka akhirnya banyak
terjadi kasus korban ledakan ini disebabkan karena beberapa faktor pemicu
diantaranya ruang dapur yang sempit, dan berdesak-desakan, sehingga karena volum
ruangan dapur yang kecil dan jarak yang terlalu berdekatan antara kompor dan
tabung gas juga ditambah lagi fentilasi udara yang kurang baik.
Ada juga faktor
perlatan listrik didalam rumah banyak yang tidak aman maka sangat rentang sekali menjadi pemicu
ledakan demi ledakan. Disamping faktor internal juga ada faktor diluar itu yaitu
kesadaran, pengetahuan, pendidikan masyarakat dan budaya keselamatan pada
masyarakat kelas bawah berada pada titik nadir. Sehingga apabila kelayakan
tabung-tabung gas subsidi pemerintah diabaikan dan tidak dirancang dengan
kemampuan menahan tekanan uap yang baik maka dikhawatirkan akan semakin banyak
lagi masyarakat indonesia yang akan menjadi korban ledakan gas.
Upaya lain untuk
meminimalisir adalah dengan meningkatkan Sistem Pengendalian dan pengawasan di SPBE masing-masing daerah. Dan juga tak
ketinggalan bahan peralatan yang lainnya seperti ; kompor, regulator dan selang
harus bersertifikat ISO.
Semoga dengan
perhatian dan keseriusan pemerintah menangani polemik LPG ini, semakin tidak
bertambah lagi banyak korban yang jatuh akibat human error atau
kesalahan orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang hanya sekadar
mementingkan keuntungannya semata tanpa memperhitungkan akibat korban nyawa
yang tak berdosa.