Ust. H. Asep Sofyan, S.Pd.I
Hampir menjadi
suatu kelaziman alami yang dimillki oleh setiap insan manusia adalah selalu
melihat dan menilai kekurangan,kelemahan dan kesalahan orang lain.
Bahkan semenjak
mulai bangun pagi dari tidurnya, yang pertama Nampak, terlihat dan terbayang
adalah kesalahan dan kelemahan dari orang lain, jarang sekali ada orang yang ketika
memulai hari barunya di pagi hari setelah bangun memperhatikan apa saja yang
menjadi kekurangan dan kesalahan dirinya pada hari ini yang harus senantiasa
terishlah saban tanpa henti demi mencari jati diri yang suci.
Kenapa hal itu
bisa terjadi ? semua itu terjadi, karena pandangan matanya selalu diarahkan
tertuju kepada orang lain, tanpa mau menengok bahkan enggan untuk melihat apa
saja yang menjadi kekurangan/kesalahan pada diri pribadinya.
Lalu sebab
apakah yang membuat seseorang itu sulit untuk mau melihat kesalahan pada
dirinya sendiri?, padahal kesalahannya itu sangatlah teramat jelas dan Nampak
bahkan
menempel dekat
menyertainya. Mungkin ini semua terjadi karena tidak adanya rasa keingin tahuan
apa yang telah menjadi kesalahannya atau karena tidak adanya keberanian pada
diri sendiri untuk mengi’tirof atau mengakui apa saja yang telah menjadi
kesalahan. Padahal Rosululloh SAW. Memberikan gambaran bahwa setiap insan
sebagai bani Adam pasti memiliki kesalahan (kullu bani adam khottouun).
Pertanyaannya Siapakah
bani adam itu? Pasti semua manusia dimuka bumi ini disebut bani Adam. Dan sudah
pasti tanpa terkecuali,manusia sudah termasuk didalam klaim hadist baginda
Rosulloh SAW. diatas. Tinggal bagaimana seseorang melihat dan menemukan setiap
kesalahan masing-masing tersebut. Lalu berusaha sekuat tenaga untuk selalu
memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut.
Adapula sebagian
orang yang merasa ia sudah memiliki segalanya baik berupa pangkat, jabatan,
kekayaan, keilmuan bahkan kesolehan pribadinya, lalu ia mengatakan bahwa
dirinya sudah tidak pernah memiliki kesalahan dan kekurangan pribadi, jadi
tidak perlu lagi melakukan ishlahunnafsi,ini jelas merupakan prinsif
yang keliru, sebab Nabi telah terangkan dalam hadist di atas, bahwa jangan lupa,
seseorang yang berhasil itu juga adalah
bani adam (keturunan adam yang tidak ma’shum) pasti masih memiliki kesalahan
disisinya yang lain walaupun ia memiliki segudang keberhasilan disegala bidang,
kalau seandaianya saja ia mau melihat dan mengakuinya. Seperti nabi-nabi
terdahulu juga yang sudah jelas pangkat dan derajatnya, kekayaan, keilmuan dan kesolehannya masih harus berprinsif
Lalu bagaiamana
dengan kita selaku umatnya, berarti sudah pasti umatnya harus lebih layak
mengatakan ucapan tersebut diatas. Dengan cara mau mengakui segala apa yang
menjadi kesalahannya sehingga memudahkan baginya untuk meperbaiki dengan lebih
baik kedepannya.
Inilah yang
dinamakan dengan Ishlah tanpa batas yang harus dimiliki oleh setiap
individu muslim dan mu’min, sehingga ia merasa harus selalu melakukan perbaikan
dan perbaikannya lagi. Karena ia yakin bahwa diatas langit masih ada langit,
diatas keberhasilan kita masih ada orang yang lebih berhasil bahkan diatas
kesolehan kita masih pasti masih ada orang yang lebih baik dan sholeh dari
kita.
Inilah yang
diharapkan baginda Rosululloh kepada umatnya agar
tercipta akhlak
muslim yang selalu membenahi segala kelemahan dan kesalahannya yang ada pada
dirinya tanpa harus selalu melontarkan kesalahan-kesalahannya yang ada pada
orang lain semata. Baik dari kalangan pejabat, hartawan, ilmuwan bahkan
agamawan yang sholeh pun harus selalu mendahulukan perbaikan pada dirinya
sehingga akan selalu meningkatkan derajat kesholehannya. Sehingga terjadi yang
namanya proses ishlah tanpa batas. Wassalam.