Harapan besar dari seorang pendidik adalah
bagaimana para anak didiknya memiliki ghiroh untuk selalu rajin membaca dan
mengulang kembali semua pelajaran-pelajaran yang sudah diajarkan/disampaikan
oleh guru-gurunya tanpa harus menekannya dengan tindakan-tindakan keras dan
kasar yang justru malah akan membentuk jiwa murid yang berani memberontak
kepada gurunya walaupun ia tidak langsung menyampaikan didepan muka gurunya
akan tetapi ia akan menampakkanya dengan sifat, sikap dan prilakunya yang
kurang menghormati akan eksistensi gurunya. Harapan besar ini niscaya tidak
akan mudah terwujud sebelum para guru merubah pola fakir (mind set) murid/santrinya.
Seorang Pendidik selain mengajar di kelas
juga harus bisa menjadi pembimbing bagi murid/santrinya dalam hal kebiasaan dan
kesehariannya di luar kelas, karena pendidiklah yang menjadi motor penggerak pertama
dalam memberi semangat dan motivasi hidup murid-muridnya dalam belajar, ajaklah
murid kita untuk senantiasa cinta dalam ilmu dan pacu semangat mereka untuk
terus menggali dan memperdalam pengetahuannya, pahamkan mereka akan urgensi
nilai sebuah ilmu yang suatu saat nanti pasti akan berguna dan bermanfaat, beri
motivasi mereka dengan slogan-slogan membangun yang dapat merubah pola fakir malas baca dan belajar, menjadi
pola fakir yang bersinergi dan rajin membaca.
Kalau ini semua terus dilakukan oleh para
pendidiknya tanpa henti dan bosan-bosannya niscaya dan tidak akan mustahil
sedikit demi sedikit keterpikatan anak akan membaca dan menambah wawasan
keilmuanya akan muncul secara sadar dalam pribadi anak-anak didiknya, sehingga
dengan tanpa harus menguras energi dan tenaga gurunya, anak-anak kita sudah
mengexplore kemampuannya dirinya masing-masing sesuai dengan kapasitas wawasan
keilmuannya.
Inilah ghozwatulfikri
yang harus selalu ditanamkam kepada anak-anak didik kita sejak dini sehingga
apabila mind set murid/santri kita sudah berubah dalam memandang arti
pentingnya sebuah ilmu maka akan muncul upaya pribadi agar dapat terus membaca
buku dalam saban waktu dan harinya, sehingga akan lahirlah pertanyaan–pertanyaan
dalam benak fikiran anak-anak didik kita :
“Sudahkah aku membaca buku hari ini” ?
“Berapa banyakkah buku bacaan yang sudah selesai dibaca dalam satu harii”
?
Kalau pertanyaan-pertanyaan di atas sudah ada
dalam setiap benak anak-anak murid/santri kita, maka secara otomatis akan memberi
perubahan langsung kepada bentuk perilaku/karakter pribadi kesehariannya
(culture set), hatta tidak ada santri
atau murid-murid kita yang berlalulalang disekitar kawasan lingkungan pesantren
kecuali ia bersama sebuah buku sebagai bahan bacaannya. Ini tentu akan membuat
dan menjadikan iklim lingkungan pendidikan lebih asri dan harmonis, karena
semua komponen di seluruh lingkungan pendidikannya menggandrungi buku sebagai
sumber mata airnya ilmu.
Dan apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut di
atas belum terbangun dalam jiwa dan pikiran setiap santri, maka sudah menjadi kelaziman
kepada semua pendidik dan guru untuk selalu terus menerus mengingatkan dan
mengevaluasi pertanyaan itu ketika dalam pertemuan-pertemuannya di dalam kelas
atau di luar kelas, agar dapat selalu me-refresh
fikiran mereka dan memperbaharui kembali nilai semangat mereka, karena setiap pendidik
akan selalu dijadikan sebagai sokoguru yang ditiru bagi murid-muridnya.
“YOU ARE WHAT YOU THINK”
Inilah suatu peribahasa yang
harus dimiliki oleh setiap santri, jadi apa yang kamu pikir tentang dirimu
begitulah hakikat dirimu sebenarnya. Seandainya kamu berpikir diri kamu adalah
anak baik yang hobi membawa buku dan membacanya dalam tiap hari, maka perilaku
keseharian kamu juga otomatically akan mengikuti sesuai jalan fikiranmu.
Sehingga akhirnya membaca sebuah buku dalam setiap harinya akan menjadi adat
kebiasaan kamu (culture set) sehari-hari tanpa ada paksaan maupun tekanan dari
siapapun. Dan membaca tentulah sangat amat berguna sekali untuk memperluas
wawasan cakrawala berfikir santri sesuai dengan motto pondok kita yaitu
berpengetahuan luas.
0 komentar:
Posting Komentar