Endang Wahyuni
VI IPA TMI
Aula yang
penuh sesak, hiruk-pikuk para siswa MA Tarbawi memenuhi udara. Semuanya
bersorak, bertepuk tangan dan terkadang bersuit-suit meneriakan idolanya.
Inilah malam yang paling dinanti-nanti oleh seluruh warga sekolah, karena malam
inilah dimana diselenggarakannya audisi singer idol babak final, acara yang
paling spektakuler dan bergengsi di seantero sekolah setelah acara pensi kelas akhir.
Dan tahukah
kalian, siapa sajakah para finalis malam ini? Ada Ardila dari kelas IX-II yang
suaranya hampir mirip dengan Nike Ardila, dia tak mempermalukan mamahnya yang
telah memberikan nama belakang penyanyi legendaris akhir tahun 90-an itu. Juga
ada Melody dari kelas XI IPS yang suranya sebening embun jika yang memujinya
adalah para penyair. Dan tidak diragukan lagi dari XI IPA-1. Sesuai arti
namanya, Mavis yang diambil dari bahasa Yunani yang berrti burung, jika dia
bernyanyi bisa diibaratkan seperti burung yang sedang berkicau, merdu. Tapi
dari semua finalis yang berhak dan pantas mendapatkan Tropi Singer hanyalah satu,
yang jika ia bernyanyi semua orang akan tersihir oleh suaranya, penghayatannya
yang sepenuh hati, lengkingan suaranya, penguasaannya dalam vokal, juga
penguasaan panggung yang begitu menakjubkan. Siapa lagi kalau bukan AKU? Ya itulah diriku, CELIA perlambang musik bagi
orang- orang Yunani.
Jika Joy
Tobing tampil dengan serba keemasan pada babak final Indonesian Idol, maka
malam ini dengan dibalut gaun biru langit bermotif bunga lili putih kecil, aku
membawakan lagu yang pada saat babak final Indonesian Idol mengantarkan Joy
pada kemenangan mutlak, “Semua Karena Cinta”.
Dengan
latihanku tiga minggu ini aku yakin, aku akan jadi pemenang telak. Tidak akan
kusia-siakan kesempatan berharga ini. Percuma saja jika aku hanya mendapat
tropi perak atau perunggu, padahal selama latihan aku selalu di bentak dan di
marahi oleh Bu Sonia, pelatihku jika sedikit saja aku salah menarik suara.
Sebentar lagi
giliranku setelah penampilan Melody dengan Merpati Putihnya Agnes Monica,
menakjubkan, dia membawakanya dengan pas, lebih baik dari latihannya kemarin.
Tapi lihat saja itu belum seberapa di banding laguku.
“Baiklah,
hadirin sekalian acara samakin memanas, semua finalis yang talah tampil sungguh
luar biasa bak seperti penyanyi ulung yang dimiliki negri ini. Beranjak ke
penampilan selanjutnya yang pasti anda tunggu-tunggu. Inilah........ CELIA...!
tepuk tangan yang meriah.”
Huh pembawa
acara yang terlalu banyak cingcong, tidak tahu apa, aku sedang deg-degan. Selalu
saja begini, tiap kali naik panggung aku
pasti menderita demam panggung, gak parah sih cuma sedikit mengganggu. Padahal ini
bukan pertamanya aku berdiri di hadapan orang banyak.
Kutarik nafas
dalam-dalam sebelum melangkahkan kaki. Ingat Celia semuanya akan baik-baik
saja, semuanya akan berjalan sesuai mimpimu, yakinku dalam hati. Bayangkan
bagaimana para sang juara meraih
kesuksesannya. Ingat semuanya semata-mata hanya dirimu sendiri, bukan untuk
orang lain. Aku terus memotifasi diriku, itulah salah satu caraku untuk
mengatasi demam panggungku.
Intro lagu
telah diperdendangkan oleh Pak Bob dengan keyboardnya. Sebait dua bait lagu
telah aku selesaikan, “Dan bila aku berdiri tegak sampai hari ini bukan karena
kuat dan hebatku semua karena cinta semua karena cinta tak mampu diriku dapat
berdiri tegak trimakasih cinta.”Refrain pertama kukuasai dengan baik. Tapi
rasanya ada yang mengganjal di tenggorokanku, ah bukan itu hanya gangguan
sepele.
Dan ketika
memasuki reff terakhir, malapetaka itu datang. Ya bagiku itu malapetaka bahkan
malapetaka yang sangat besar, yang meruntuhkan semua angan-anganku. Bagaimana
tidak? Disaat paling dibutuhkan tenggorokanku tak bisa diajak kompromi, dia
melengking tak karuan diluar perintah otakku. Tenggorokan sial dan bait refrain
lagu sialan, huh aku benci semua. Air mukaku langsung memucat, aku tak habis
pikir kenapa kejadian ini harus terjadi, memalukan padahal ketika latihan tak
ada satupun kesalahan fatal yang kuperbuat, paling hanya pengambilan tempo yang
kurang tepat yang memancing kemarahan Bu Sonia.
Setelah lagu
ku ahkiri kulangkahkan kakiku engan gontai menuruni tangga panggung, tubuhku
lemas pikiranku tak ada di bumi, melayang entah kemana, suara riuh tepuk tangan audiens memekakan
telingaku, semuanya terlihat dan terdengar sangat buruk. Membayangkan kejadian
terburuk yang siap aku alami, gagal. Ini adalah kegagalan pertamaku, sebelumnya
tak pernah begini. Bagaimana dengan reputasiku, dengan prestasi-prestasiku
selama ini dan bagaimana pula dengan para penggemar setiaku yang selalu
mendukungku? Tiba-tiba semua terlihat kuning, remang lalu perlahan meredup.
Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi.
***
Tempat apa
ini? Sesaat aku seperti melayang, tubuhku ringan seperti kapas dan menembus awan?
Tidak, apakah ini di dunia lain? Seingatku aku masih baik-baik saja setelah
turun dari panggung dan semuanya tiba-tiba berubah menjadi gelap.
Lihatlah, aku sendiri disini, hanya hamparan padang pasir tak berujung
yang terlihat, dan oh Tuhan aku memekik perlahan demi melihat pemandangan
menakjubkan ini, bukan awan gelap atau langit biru yang menaungiku tapi langit
pelangi, ya semuanya berwarna MEJIKUHIBINIU, indah. Tempat apa ini? Aneh
walaupun hanya padang pasir yang kutemui tak sedikitpun aku merasa panas, malah
angin sepoi-sepoi yang setiap saat menerpa wajahku. Sejuk. Tanpa bisa diajak
kompromi kakiku melangkah menyusuri ‘tempat aneh’ ini.
Wuush…. Tiba-tiba angin bertiup kencang menerbangkan pasir-pasir yang
berada di depanku, belum sempat aku menutup mata pasir-pasir itu sudah menyocok
menyerang mataku, perih tak dinyana. Dalam hati aku mengutuk habis-habisan
keadaan ini, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Ketika itu samar-samar aku
mendengar suara langkah-langkah kaki berat dari dua makhluk yang berjalan di
sampingku.
“Kasihan sekali gadis malang ini, sudah jatuh tertimpa tangga pula,
sudah tidak dapat tropi emas matanya hamper buta bahkan suara emasnyapun hampir
hilang.”iba makhluk berjalan itu yang tanpa diketahui Celia adalah dua ekor
kura-kura dengan langkah berat.
“Hisss.. ngapain manusia seperti itu dikasihani.manusia sombong seperti
dia memang seharusnya diberi pelajaran. Suaranya harus dihilangkan bila perlu
matanya pun tidak usah diberi penglihatan jika dia masih saja berjalan dengan
sombong di muka bumi ini, agar dia tidak bisa pamer dengan suara emasnya itu dan selalu menganggap rendah
manusia di sekitarnya dan juga agar dia bisa lebih menundukan pandangan dari
silaunya dunia ini.” Ucap kura-kura yang
satunya lagi tanpa tedeng aling-aling.
“Ya sudah daripada kita membahas manusia sombong ini lebih baik kita
bergegas melanjutkan perjalanan kita yang masih sangat jauh untuk
ditempuh.”Ajak kura-kura satunya lagi.
Seketika ada sesak di dadaku batinku bertanya-tanya apakah aku sejahat
itu?Dalam diam aku menangis, menangis tanpa isak. Aku sangat menyesali sikap angkuhku
itu, diam-diam hati ini beristighfar memuji asma Tuhan yang masih memberi
pelajaran dan kesempatan yang lebih berharga daripada tropi emas itu melalui suara-suara
yang tidak aku ketahui asal muasalnya .
Angin bertiup sangat kencang, aku merasa tubuhku perlahan-lahan
terangkat dan seperti ada tenaga yang begitu kuat menyedotku, tubuhku ringan seperti kapas,
melayang terbawa angin kencang tersebut. Aku tidak tahu keadaaan persisnya karena mataku
masih saja tertutup rapat seperti ada lem perekat disana yang kurasakan
hanyalah tubuhku semakin meringan dan terus
meringan, walaupun tidak bisa
melihat aku tahu pasti bahwa cahaya disekitarku berubah menjadi semakin gelap.
Tiba-Tiba tepukan di pipi mengejutkanku, seketika aku tersentak bangun
dan mendapati diriku berada di ruang UKS sekolah. Disekeliling ranjang teman-teman dan guru-guru memandang cemas ke
arahku, Melody, Mavis, dan Nike ada diantara mereka. Mereka tampak lega setelah
melihatku siuman. Baru kusadari bahwa ternyata kejadian aneh tadi hanya ilusi
belaka tetapi aku sadar betapa berharganya pelajaran yang dapat kupetik dari
kejadian tersebut. Dan aku juga bersyukur suara dan mataku masih utuh. Terima
kasih Tuhan Engkau telah memperingatkanku sebelum aku terperosok ke dalam
lubang kesombongan yang lebih dalam. Kini aku berjanji tidak akan berjalan di
muka bumi ini dengan rasa angkuh.
“Melody, Nike,
Mavis, maafkan aku yah! Walaupun kalian tidak menyadarinya aku telah berbuat
dzalim terhadap kalian dengan menganggap remeh kemampuan yang ada pada diri
kalian.”Ku rangkul teman-temanku itu dan memantapkan janjiku dalam hati.
0 komentar:
Posting Komentar