Oleh
: Najla Putri
Mawaddah
Kelas 4 B TMI
"Ya Allah,
Ya Rabbi. Terimalah
Ayahku di sisiMu. Kasihani
aku dan ayahku,
Ya Allah! Aku
mohon ampunilah dosa
ayahku. Ya Rabbi,
Kau yang selalu
mendengar jeritan. Inilah
aku yang merendahkan
diri di hadapanMu." Suci
berdoa, dengan air
mata yang membasahi
pipinya disambung dengan
isakan tangisnya.
"Kepergian berarti
ketiadaan, nak, yang
pergi selamanya, tidak
akan pernah kembali.
Berjuta penyesalan tidak
akan pernah membangkitkan
ayahmu yang telah
kembali kepada Tuhannya.
Biarlah ayahmu tenang
di sana." Ucap mamahnya
lirih. Hatinya sendiri
bergumul dengan kesedihan
yang begitu rupa.
"Mamah…" Suci
lirih memanggil.
"Sudahlah, nak!
Jangan ditangisi lagi.
Ikhlaskanlah kepergian ayahmu.
Lebih baik, sekarang
kamu tidur ya,
nak! Besok kan kamu sekolah." Mamahnya
mengingatkan.
Suci menurut.
Ia langsung merebahkan
tubuhnya di kasur,
lalu mulai memejamkan
matanya. Mamahnya membelai
rambutnya, lalu mencium
keningnya dengan penuh
cinta dan beranjak
keluar dari kamarnya.
***
Suci menitikkan
air mata, ketika
pamit kepada mamahnya
dan mencium tangan
mamahnya. Kini ia
harus terbiasa dengan
tidak lagi mencium
tangan ayahnya, di saat
ingin berangkat sekolah.
"Assalammualaikum." Pamit
Suci santun.
"Waalaikum salam.
Hati-hati di jalan,
nak!" Pesan mamahnya.
Ketika ia
masuk kedalam kelas,
ia dapati wajah
sahabat-sahabatnya yang kian
sedih. Sahabat-sahabatnya merangkulnya
dengan linangan air
mata disambung isakan
tertahan dalam pelukan.
"Kamu yang
sabar ya, Suci!
Rasanya seperti mimpi
buruk, harus kehilangan
seorang yang selalu
menasehati kita." Ucap
Nana dan Bella
bersamaan.
Rasanya Suci
ingin sekali mengeluarkan
rasa sedihnya , ditinggal ayah
yang teramat ia
cintai. Namun ia
urungkan niatnya. Ia
harus kuat. Ia
tidak boleh cengeng.
"Sudahlah. Gak
usah ditangisi. Mungkin
ini sudah takdir.
Ikhlaskan saja yang
terjadi saat ini.
Kita harus kuat.
Mmm… dari pada
menangis, lebih baik
kita berdoa agar
ayah ditempatkan Allah
di surga." Kata
Suci lirih, seakan-akan
ia tidak merasakan
perih.
"Amin ya
rabbal alamin." Ucap
Nana dan Bella
bersamaan.
Suci sedikit
terobati rasa sedihnya
terhadap takdir yang
memisahkan dirinya dengan
ayahnya. Sejenak, ia
memejamkan mata. Dan
kembali membuka matanya.
Buliran air mata
menetes membasahi pipinya,
karena teringat almarhum
ayahnya.
***
Waktu terus
berputar. Kini Suci
sudah dapat mengikhlaskan
kepergian ayahnya. Ia
berjanji akan kembali
menata kehidupannya yang
gilang-gemilang. Suci bersyukur,
karena ia dianugerahkan
oleh Allah mempunyai
sahabat yang mengerti
dan selalu menemaninya
dalam suka maupun
duka.
"Ci… emangnya
selama ini kamu
gak merasakan sesuatu
yang aneh, ya?"
Tanya Nana.
"Maksudnya? Aneh
kenapa, Na?" Suci
malah balik tanya.
"Itu… tuh…
si Farel kayak
ngikutin kita gitu,
Ci!" Aku Nana.
"Ya emangnya
kenapa sih, Na?
Biarin aja sih!
Mungkin dia kengen
sama aku." Ucap
Bella kepedean.
"Hahaha. Pede
bener, kamu!" Nana
tertawa mendengar ucapan
Bella yang super
pede.
"Maksudku," Lanjut
Nana. "Kayaknya Farel
suka sama kamu
deh, Ci!" Terang
Nana.
Bella terdiam.
Ia sedih dengan
ucapan Nana tadi.
Ah,
Nana. Kata-kata kamu
itu, tanpa kamu
sadari sangat menyakiti
hatiku. Seharusnya kamu
tau, aku berkata
seperti itu, karena
aku suka sama
Farel!
Batin Bella sedih.
"Ci! Sorry
ya. Bukan maksud
aku sok tau
atau apalah namanya.
Gini, ketika waktu
itu kamu sedang
ngobrol sama kita
atau teman kita
yang lain, Farel
tuh sering mandangin
kamu. Tersenyum pula. Terus kalau kamu lagi
jalan kemana gitu.
Farel kayak maksa
temannya untuk nemenin
dia ngikutin kamu."
Tutur Nana.
"Ah… sok
tau kamu, Na!"
Suci berusaha tidak
percaya, walaupun selama
ini ia membenarkan
omongan sahabatnya itu.
"Gak percaya?"
"Gak. Lagi
pula biarin aja
sih!"
"Kalau Farel
emang benar-benar suka
sama kamu, gimana
Ci?"
Suci memandang
Nana, lalu tersenyum.
Sedangkan Bella hanya
diam menahan hatinya
yang terasa sesak
mendengar perkataan Nana.
"Senyum berarti
tandanya kamu juga
suka kan sama
Farel?"
Suci tetap
tersenyum. Bella tak
kuat. Ia beranjak
berdiri dan pergi meninggalkan
sahabat-sahabatnya.
"Bell… mau
kemana?" Tanya Suci.
"Kelas." Jawab
Bella singkat.
***
"Bella… kita
ke musholla, yuk!"
Ajak Suci.
"Gak ah! Kamu aja
sama Nana yang
ke musholla." Ucap
Bella dingin, lalu
pindah tempat duduk
ke teman yang
lain dan berbincang-bingcang tanpa
menghiraukan Suci yang
merasa kecewa dengan
ucapan Bella tadi.
Suci merasa Bella
menjauhi dirinya. Karena
perubahan sikap Bella
sangat drastis.
"Ta… ta…
pi… bia… bia..sa"
"Aku bilang
gak, ya gak. Kamu dengar
gak sih! Telinga
kamu masih normal
kan?" Bella memotong
pembicaraan dan berkata
ketus. Ucapan Bella,
membuat Suci kaget
sekaligus sedih. Suci
mengalah. Ia mengajak
Nana ke musholla.
Di perjalanan menuju
musholla, Suci bercerita
pada Nana tentang
perubahan sikap Bella
terhadapnya.
"Jangan-jangan, Bella
suka sama Farel!"
Duga Nana.
"Mungkin saja.
Tapi, kenapa sikapnya
begitu dingin terhadapku?"
"Yaelah… masa kamu gak
ngerti juga sih,
Ci! Bella itu
jealous sama kamu,
Ci! Soalnya kamu udah
rebut perhatian Farel."
Duga Nana lagi.
"Kenapa harus
jealous? Aku kan
gak suka dengan
Farel. Memang, hari-hari
ini Farel dekat
denganku. Tapi, aku
hanya menganggap Farel
sebagai teman. Gak
lebih. Lagi pula
aku baru kelas
sembilan. Belum pantas
merasakan cinta." Terang
Suci.
"Ci, Farel
kemarin curhat ke aku. Dia
jujur ke aku,
kalau dia suka
sama kamu!" Akhirnya
Nana berkata jujur.
Suci berhenti
melangkah. Ia kaget
bukan main. Tiba-tiba
Farel datang.
"Ci… aku
ingin bicara sama kamu, sebentar." Ucap
Farel.
"Aku gak
ada waktu untuk
bicara sama kamu,
Rel!" Ucap Suci
lalu berlari menuju
mushola, berwudhu, dan
bersujud kepada Yang
Maha Pengasih Lagi
Maha Penyayang.
***
Ya
Allah… Ya Rahman…
Ya Rahim… kepada-Mu hamba
serahkan urusan. Tuntunlah
hatiku, Ya Allah!
Di hadapan-Mu hamba
panjatkan permohonan. Suci berdoa
dalam hati.
Isak tangis
Suci mengguncang. Air
matanya tumpah di atas
pangkuan sang mamah.
"Kamu kenapa,
nak?" Tanya mamahnya.
"Mah… memangnya
cinta itu dapat
menghancurkan segalanya, ya?
Termasuk menghancurkan persahabatan." Suci
balik bertanya.
"Kamu lagi
ada masalah ya,
nak? Kalau begitu,
ceritalah sama mamah."
Pinta mamahnya.
Suci mendesah.
Ia mulai bercerita
apa yang telah
melingkungi hidupnya. Ia
bercerita tentang semua
masalah yang sudah
membuatnya menangis.
"Mmm… kamu
suka nak sama
Farel?" Tanya mamahnya
tiba-tiba.
"Aku gak
suka, Mah! Suci
gak mau ngurusin
tentang hal begituan.
Suci ingin fokus
aja dengan sekolah.
Suci belum pernah
kepikiran hal semacam
itu, mah!"
"Memang harusnya
seperti itu, nak!
Kamu memang harus
fokus belajar. Kalau
begitu, lebih baik
kamu minta maaf
ke Bella, kalau
Bella menganggap kamu
yang salah. Dan
berilah pengertian kepada
Farel kalau kamu
tidak suka dengannya.
Dan ingat lho,
jangan sekali-kali kamu
menyakitinya." Mamahnya menasehati.
"Terima kasih,
Mah! Ternyata mamah
seperti ayah. Selalu
memberi nasehat yang
berguna buat Suci.
Aku mencintaimu, mah!"
Ucap Suci tiba-tiba,
lalu tersenyum.
Mamahnya mengangguk
dan memeluknya erat.
"Sama. Mamah
juga sangat mencintaimu,
nak!" Hanya itu
yang keluar dari
bibir mamahnya.
***
Farel sempat
kecewa dengan jawaban
Suci. Namun, ia
mengerti Suci berkata
seperti itu untuk
kebaikan dirinya dan
Bella.
"Maafkan aku,
Rel!" Suci merasa
tak enak hati.
"Gak papa
kok, Ci! Aku
ngerti. Aku sadar
seharusnya aku gak
boleh ngerusak persahabatan
kamu! Maafkan aku
juga ya, Ci!"
Justru itu yang
keluar dari bibir
Farel.
Suci tersenyum
kepada Farel. Dan
kali ini senyumnya
tulus.
Di dalam kelas,
Suci ditemani Nana
untuk meminta maaf
kepada Bella. Bella
tetap bergeming. Namun
Suci tidak menyerah.
Ia tetap terus
meminta maaf sampai
Bella memaafkannya. Tiba-tiba
lidahnya terlalu kelu
untuk berkata lagi.
Ia hanya bisa
menangis. Melihat apa
yang dilakukan Suci,
Nana menitikkan air
mata. Dan mulai
berbicara.
"Ya Allah,
Bella! Dosa besar
apa sih yang
dilakukan Suci, sehingga
kamu memperlakukan dia
seperti itu! Kamu
kan tau, Bell!
Kita bertiga sudah
bersahabat sekian lama.
Masa kamu ingin
memutuskan tali persahabatan
kita sih!"
Perkataan Nana
membuat Bella bungkam
seribu bahasa.
Nana melanjutkan,
"Bell… kamu tau
kan memutuskan tali
persahabatan itu gak
boleh kamu lakukan.
Soalnya akan melukai
persahabatan. Aku tau
siapa kamu, Bell!
Karena aku sudah
lama bersahabat dengan
kamu! Seorang Bella
gak mungkin seperti
ini terhadap sahabatnya.
Bella yang aku
kenal itu, sayang
sama sahabatnya. Dan
Bella yang aku
lihat di sini bukan
Bella, tapi orang
lain!"
Deraslah air mata Bella
membasahi pipinya. Ia
merangkul Suci dan
memaafkannya. Nana ikut
merangkul Bella dan
Suci.
"Wah… kayaknya
kita dapat nonton
film gratis nin!"
Kata Sinta yang
tergoda mencandai Suci,
Bella, dan Nana.
"Iya, yah. Lumayan
lah… buat hiburan.
Hehehe." Imbuh teman-teman
yang lainnya.
Suci, Bella,
dan Nana melotot
tapi langsung tertawa.
"Ci… emangnya
kamu gak mau
merasakan cinta, ya?"
Tanya Nana.
"Iya, kamu
gak mau jatuh
cinta nih ceritanya!" Bella
menggoda.
"Gak ah.
Soalnya cintaku hanya
untuk mamah. Hanya
mamahku. Kali ini
mamah yang harus
aku cintai dan
sayangi. Soal cinta
belakangan aja lah!"
Jawab Suci enteng.
"Lebay, ih!
Hehehe. Kamu juga
cinta kan sama
Allah?" Tanya Bella
lagi.
"Ya iyalah. Allah
nomor satu kali."
Jawab Suci santai.
"Wah… salut,
salut aku sama kamu, Ci! Kamu lebih mementingkan Tuhan
dan Orang tua kamu, dibandingkan
masa puber kamu.
Seumuran kita kan
pasti mengalami getar-getar
suka terhadap lawan
jenis. Hehe." Ucap
Nana.
Bella hanya
tertawa. Suci tersenyum
malu. Kini ia
yakin. Cintanya saat
ini adalah mamahnya.
***
0 komentar:
Posting Komentar