Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, teknologi diartikan sebagai "kemampuan teknik yang
berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta dan berdasarkan proses teknis."
Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam
bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
Menelusuri pandangan Al-Quran tentang teknologi, mengundang kita menengok sekian banyak ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam raya. Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya, dan yang memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini. Secara tegas dan berulang-ulang Al-Quran menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk manusia.
Menelusuri pandangan Al-Quran tentang teknologi, mengundang kita menengok sekian banyak ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam raya. Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya, dan yang memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini. Secara tegas dan berulang-ulang Al-Quran menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk manusia.
Dan dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi semuanya (sebagai anugerah) dari-Nya (QS Al-Jatsiyah [45]:
13).
Penundukan tersebut --secara potensial-- terlaksana melalui hukum-hukum alam yang ditetapkan Allah dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya kepada manusia. Al-Quran menjelaskan bahwa :
(a)
Semua yang berada di alam raya
ini tunduk kepada-Nya:
Hanya kepada
Allah-lah tunduk segala yang di langit dan di bumi secara sukarela atau
terpaksa
(QS Al-Ra'd [13]:
15).
(b)
Benda-benda alam --apalagi yang
tidak bernyawa-- tidak diberi kemampuan memilih, tetapi sepenuhnya tunduk
kepada Allah melalui hukum-hukum-Nya.
Kemudian Dia menuju
kepada penciptaan langit dan langit yang ketika itu masih merupakan asap, lalu
Dia (Allah) berkata kepada-Nya, "Datanglah (Tunduklah) kamu berdua (langit
dan bumi) menurut perintah-Ku suka atau tidak suka!" Mereka berdua
berkata, "Kami datang dengan suka hati"
(QS Fushshilat (41) :
ayat 11).
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil albab. Yaitu mereka yang berzikir (mengingat) Allah sambil berdiri, atau duduk atau berbaring, dan mereka yang berpikir tentang kejadian langit dan bumi.
(QS. Ali-'Imran (3)
190-191)
Dalam ayat-ayat di atas tergambar dua ciri pokok ulil albab, yaitu tafakkur dan dzikir. Kemudian keduanya menghasilkan natijah yang diuraikan pada ayat 195:
Maka Tuhan mereka
memperkenankan permohonan mereka dengan berfirman, "Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan
...".
Natijah bukanlah sekadar ide-ide yang tersusun dalam benak, melainkan melampauinya sampai kepada pengamalan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad Quthb dalam bukunya Manhaj At-Tarbiyah Al-Islamiyah mengomentari ayat Ali 'Imran tadi sebagai berikut:
Maksudnya adalah bahwa ayat-ayat tersebut merupakan metode yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan Islam terhadap alam. Ayat-ayat itu mengarahkan akal manusia kepada fungsi pertama di antara sekian banyak fungsinya, yakni mempelajari ayat-ayat Tuhan yang tersaji di alam raya ini. Ayat-ayat tersebut bermula dengan tafakur dan berakhir dengan amal.
Lebih jauh dapat ditambahkan bahwa "Khalq As-samawat wal Ardh" di samping berarti membuka tabir sejarah penciptaan langit dan bumi, juga bermakna "memikirkan tentang sistem tata kerja alam semesta". Karena kata khalq selain berarti "penciptaan", juga berarti "pengaturan dan pengukuran yang cermat". Pengetahuan tentang hal terakhir ini mengantarkan ilmuwan kepada rahasia-rahasia alam, dan pada gilirannya mengantarkan kepada penciptaan teknologi yang menghasilkan kemudahan dan manfaat bagi umat manusia.
Jadi, dapatkah dikatakan bahwa sesungguhnya teknologi merupakan sesuatu yang memang sudah dianjurkan oleh Al-Quran.kalaupun seandainya penggunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir dan tafakur, serta mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan, maka ketika itu bukan hasil teknologinya yang mesti ditolak, melainkan kita harus memperingatkan dan mengarahkan manusia yang menggunakan teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak semula diduga dapat mengalihkan manusia darl jati diri dari tujuan penciptaan, sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh Islam. Karena itu, menjadi suatu persoalan besar bagi martabat manusia mengenai cara memadukan kemampuan mekanik demi penciptaan teknologi, dengan pemeliharaan nilai-nilai fitrahnya. Bagaimana mengarahkan teknologi yang dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai Rabbani, atau dengan kata lain bagaimana memadukan pikir dan zikir, ilmu dan iman?.
Manusia memiliki naluri selalu
haus akan pengetahuan. Rasulullah saw bersabda: "Dua keinginan yang tidak
pernah puas, keinginan menuntut ilmu dan keinginan menuntut harta".
Hal ini dapat menjadi pemicu manusia untuk terus
mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan
kepadanya. Karena itu, laju teknologi memang tidak dapat dibendung. Hanya saja
manusia dapat berusaha mengarahkan diri agar tidak memperturutkan nafsunya
untuk mengumpulkan harta dan ilmu/teknologi yang dapat membahayakan dinnya.
Agar ia tidak menjadi seperti kepompong yang membahayakan dirinya sendiri
karena kepandaiannya.
0 komentar:
Posting Komentar