Abdurrahman Al-Ghifari
Kelas VI TMI
Kusadari
Akhirnya, kerapuhan imanku
Telah membawa jiwa dan ragaku
Ke dalam dunia yang tentu arah
Kusadari
Akhirnya, Kau tiada duanya
Tempat memohon beraneka pinta
Tempat berlindung dari segala marabahaya
Oh Tuhan mohon ampun
Atas dosa dan dosa selama ini
Aku tak menjalankan perintahmu
Tak pedulikan namamu
Tenggelam
Melupakan dirimu
Oh Tuhan mohon ampun
Atas dosa dan dosa sempatkanlah
Aku bertobat hidup di jalanmu
Tuk penuhi kewajibanku
Sebelum tutup usia
Kembali padamu
Menyenandungkan
lagu di atas membuat fikiranku berjalan sempoyongan seperti berada di atas batu
karang atau di kedalamannya lembah bahkan menusuk raga seperti tertelan obat
bius. Hampirku tak percaya apakah telingaku telah mendengar dan mataku telah
melihat. Aku tercabik kesakitan karena sejumlah kalimat yang disampaikan. Asaku
terus mengembara melintasi padang-padang sepanjang malam dalam renungan yang
meyedihkan. Selama ini aku masih terkunci dengan kebenaran ibadahku sendiri.
Aku merasa bahwa semua ibadah yang dikerjakan oleh orang lain adalah salah dan
mengada-ada.
Padahal aku sendiri kurang yakin apakah
cara dan metodeku sudah benar atau justru akulah yang salah. Inilah yang timbul
dalam hatiku, yaitu perasaan selalu benar akan keyakinan diri sendiri. Bukankah
ibadah itu terikat dengan niat seseorang dan ia akan berlaku pula sesuai dengan
apa yang telah ia niatkan? Bukankah hasil dari suatu amal ibadah ditentukan
oleh bagaimana seseorang menempatkan niat dalam hatinya ketika ia beramal? Kini
di saat aku mengutuk matahari pada siang hari, aku telah memaki kemanusiaan
pada sore hari seperti telah membenamkan alam semesta pada malam hari, aku
berlutut dan mendoakan diriku sendiri, mohon ampun. Hai Sufi Anak Zaman!!!!Amal
ibadah yang kuat tegaknya dan kokoh ikatannya dengan iman ialah dilaksanakan
dengan hati yang ikhlas, karena ikhlas
adalah ruhnya amal dan amal itu menunjukkan teguhnya
iman. Jadi jangan mencela orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah!!!
Jangan kau usik keimanan seseorang yang berdiri teguh!!! Karena kalau melakukan
dengan hati yang ikhlas kepada Allah dan niat yang teguh untuk menggapai tali
Allah, bukankah lebih sempurna ia daripada dirimu yang hanya ingin mencontohkan
ibadah yang benar tapi hatimu diselimuti rasa pamer bahwa kaulah yang benar!!
Ikhlas
dalam beramal itu akan menunjukkan bagaimana seseorang
hamba menyatakan dirinya dihadapan Allah SWT ketika ia beribadah. Ikhlas
merupakan salah satu syarat dalam beramal. Amal ibadah yang ikhlas ialah dengan
melaksanakan semata-mata karena Allah. Lihat ayat Allah berikut ini dalam Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang
bersih . Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah : "Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara
mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. Coba kau lihat pula ayat
Allah ini dalam An Nisaa : 125
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang
yang ikhlas menyerah kan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus ? Dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi kesayanganNya.”
Tiba-tiba sekelebat bayangan putih menghampiriku, lalu
aku bertanya pada sosok yang tidak kukenal tersebut : “Apakah aku sudah ikhlas
dalam beribadah?”. Bayangan putih tersebut menjawab, “kamu dapat menilainya
sendiri, karena orang yang ikhlas itu, ia akan meniadakan perbedaan antara
pujian dan celaan, ia lupa memandang amal perbuatannya di dalam amal
perbuatannya sendiri, lalu ia lupa menuntut pahala atas amal perbuatannya, jika
engkau sudah merasa demikian, maka engkau sudah termasuk orang yang beruntung
“Lalu kenapa aku menghiasi diri untuk manusia dan memamerkan amalku pada manusia?
Padahal”. aku tahu itu akan menggugurkan amalku dari pandangan Allah”. Oh,
tidak. Aku hanya ingin mengajak mereka beribadah kepada Allah dengan cara yang
benar. Bisik hatiku. Lalu bayangan putih itu seakan-akan mendengar kata hatiku
dan ia berujar : ”Tapi kenapa kau seakan-akan memaksa mereka dengan caramu?
Padahal kau sendiri belum tahu pasti apakah caramu sudah benar? Meskipun kau
menganggap caramu benar, tapi itu belum tentu benar!”
”Iya”, balasku. ”Aku telah riya’. Aku hanya berusaha
memperoleh kedudukan melalui ibadah atau pamer kepada orang lain”. Aku
menyesal, lalu air mata beningku mengalir dengan derasnya. Bayangan itupun
menghilang. Aku segera membasuhi diri dengan wudhu’. ”Ya Allah, jauhkan aku
dari riya’, jauhkan aku dari syirik yang tersembunyi ini, jauhkan aku dari
perbuatan keji, dari perilaku orang yang suka mengaku sebagai abdi-Mu”. Malam
itu aku menanamkan rasa tawadhu’ dan rasa malu di dalam hati berhadapan dengan
Allah ta’ala. Ternyata pamer amal tidak
hanya merusak keimanan, akan tetapi mencemari hati manusia dengan bercak-bercak
hitam, yang kelak akan menutupi seluruh permukaan hati. Akibatnya timbul rasa
angkuh. Setiap mendengar pendapat orang lain yang berseberangan atau tidak
sepaham membuat hatiku panas bagai dibakar api yang menyala, lalu ia
meletup-letup mengobarkan kemarahan yang tidak pernah kusadari. Aku belajar
ikhlas, dengan memelihara diri dari keikutcampuran semua makhluk. Dan
kesempurnaan ikhlas tersebut hanya bisa dicapai dengan kebenaran dan kesabaran.
Waktu telah menunjukkan pukul 03.00 malam. Aku berdiri di antara masyarakat
gembel di hati yang bertiang-tiang, merenungkan adegan yang barusan kualami
dengan pandangan getir dan mata yang menyedihkan, karena itu terasa menyakitkan
melihat ruang-ruang mahal, mahkota bertahta permata dan benda-benda luar biasa
lainnya. Aku seperti sedang memandangi makhluk-makhluk yang sangat hina dari
kemanusiaan yang bengis, memiliki hati yang kering dan memiliki biji-biji yang
sedang mencari tempat tumbuh di tanah ini. Aku bagaikan gelandangan melarat
yang mencari kelahiran kembali pada suatu dunia yang baru. Kata-kata cahaya
yang biasa meloncat dari hatiku kini telah lenyap dari pertaubatan dan
digantikan suatu kekosongan dan kegemparan mengerikan yang menggetarkan jiwa.
Saat inilah aku mengisinya dengan asma Allah. Saat inilah tak henti-hentinya
kuucapkan kalimat zikir kepada-Mu ya Allah.
Kini aku sadar bahwa tak ada gunanya debat kusir yang
kulakukan selama ini. Tak ada gunanya aku perbuatan menjadi benar dan sempurna;
lalu niat pada saat memulai pekerjaan, apakah karena Allah
0 komentar:
Posting Komentar