Senin, 26 Mei 2014



Abdurrahman Al-Ghifari
Kelas VI TMI

Kusadari
Akhirnya, kerapuhan imanku
Telah membawa jiwa dan ragaku
Ke dalam dunia yang tentu arah
Kusadari
Akhirnya, Kau tiada duanya
Tempat memohon beraneka pinta
Tempat berlindung dari segala marabahaya
Oh Tuhan mohon ampun
Atas dosa dan dosa selama ini
Aku tak menjalankan perintahmu
Tak pedulikan namamu
Tenggelam
Melupakan dirimu
Oh Tuhan mohon ampun
Atas dosa dan dosa sempatkanlah
Aku bertobat hidup di jalanmu
Tuk penuhi kewajibanku
Sebelum tutup usia
Kembali padamu

   Menyenandungkan lagu di atas membuat fikiranku berjalan sempoyongan seperti berada di atas batu karang atau di kedalamannya lembah bahkan menusuk raga seperti tertelan obat bius. Hampirku tak percaya apakah telingaku telah mendengar dan mataku telah melihat. Aku tercabik kesakitan karena sejumlah kalimat yang disampaikan. Asaku terus mengembara melintasi padang-padang sepanjang malam dalam renungan yang meyedihkan. Selama ini aku masih terkunci dengan kebenaran ibadahku sendiri. Aku merasa bahwa semua ibadah yang dikerjakan oleh orang lain adalah salah dan mengada-ada.

      Padahal aku sendiri kurang yakin apakah cara dan metodeku sudah benar atau justru akulah yang salah. Inilah yang timbul dalam hatiku, yaitu perasaan selalu benar akan keyakinan diri sendiri. Bukankah ibadah itu terikat dengan niat seseorang dan ia akan berlaku pula sesuai dengan apa yang telah ia niatkan? Bukankah hasil dari suatu amal ibadah ditentukan oleh bagaimana seseorang menempatkan niat dalam hatinya ketika ia beramal? Kini di saat aku mengutuk matahari pada siang hari, aku telah memaki kemanusiaan pada sore hari seperti telah membenamkan alam semesta pada malam hari, aku berlutut dan mendoakan diriku sendiri, mohon ampun. Hai Sufi Anak Zaman!!!!Amal ibadah yang kuat tegaknya dan kokoh ikatannya dengan iman ialah dilaksanakan dengan hati yang ikhlas, karena ikhlas adalah ruhnya amal dan amal itu menunjukkan teguhnya iman. Jadi jangan mencela orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah!!! Jangan kau usik keimanan seseorang yang berdiri teguh!!! Karena kalau melakukan dengan hati yang ikhlas kepada Allah dan niat yang teguh untuk menggapai tali Allah, bukankah lebih sempurna ia daripada dirimu yang hanya ingin mencontohkan ibadah yang benar tapi hatimu diselimuti rasa pamer bahwa kaulah yang benar!! Ikhlas
dalam beramal itu akan menunjukkan bagaimana seseorang hamba menyatakan dirinya dihadapan Allah SWT ketika ia beribadah. Ikhlas merupakan salah satu syarat dalam beramal. Amal ibadah yang ikhlas ialah dengan melaksanakan semata-mata karena Allah. Lihat ayat Allah berikut ini dalam  Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih . Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah : "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. Coba kau lihat pula ayat Allah ini dalam An Nisaa : 125

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerah kan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus ? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”

Tiba-tiba sekelebat bayangan putih menghampiriku, lalu aku bertanya pada sosok yang tidak kukenal tersebut : “Apakah aku sudah ikhlas dalam beribadah?”. Bayangan putih tersebut menjawab, “kamu dapat menilainya sendiri, karena orang yang ikhlas itu, ia akan meniadakan perbedaan antara pujian dan celaan, ia lupa memandang amal perbuatannya di dalam amal perbuatannya sendiri, lalu ia lupa menuntut pahala atas amal perbuatannya, jika engkau sudah merasa demikian, maka engkau sudah termasuk orang yang beruntung “Lalu kenapa aku menghiasi diri untuk manusia dan memamerkan amalku pada manusia? Padahal”. aku tahu itu akan menggugurkan amalku dari pandangan Allah”. Oh, tidak. Aku hanya ingin mengajak mereka beribadah kepada Allah dengan cara yang benar. Bisik hatiku. Lalu bayangan putih itu seakan-akan mendengar kata hatiku dan ia berujar : ”Tapi kenapa kau seakan-akan memaksa mereka dengan caramu? Padahal kau sendiri belum tahu pasti apakah caramu sudah benar? Meskipun kau menganggap caramu benar, tapi itu belum tentu benar!”

”Iya”, balasku. ”Aku telah riya’. Aku hanya berusaha memperoleh kedudukan melalui ibadah atau pamer kepada orang lain”. Aku menyesal, lalu air mata beningku mengalir dengan derasnya. Bayangan itupun menghilang. Aku segera membasuhi diri dengan wudhu’. ”Ya Allah, jauhkan aku dari riya’, jauhkan aku dari syirik yang tersembunyi ini, jauhkan aku dari perbuatan keji, dari perilaku orang yang suka mengaku sebagai abdi-Mu”. Malam itu aku menanamkan rasa tawadhu’ dan rasa malu di dalam hati berhadapan dengan Allah  ta’ala. Ternyata pamer amal tidak hanya merusak keimanan, akan tetapi mencemari hati manusia dengan bercak-bercak hitam, yang kelak akan menutupi seluruh permukaan hati. Akibatnya timbul rasa angkuh. Setiap mendengar pendapat orang lain yang berseberangan atau tidak sepaham membuat hatiku panas bagai dibakar api yang menyala, lalu ia meletup-letup mengobarkan kemarahan yang tidak pernah kusadari. Aku belajar ikhlas, dengan memelihara diri dari keikutcampuran semua makhluk. Dan kesempurnaan ikhlas tersebut hanya bisa dicapai dengan kebenaran dan kesabaran. Waktu telah menunjukkan pukul 03.00 malam. Aku berdiri di antara masyarakat gembel di hati yang bertiang-tiang, merenungkan adegan yang barusan kualami dengan pandangan getir dan mata yang menyedihkan, karena itu terasa menyakitkan melihat ruang-ruang mahal, mahkota bertahta permata dan benda-benda luar biasa lainnya. Aku seperti sedang memandangi makhluk-makhluk yang sangat hina dari kemanusiaan yang bengis, memiliki hati yang kering dan memiliki biji-biji yang sedang mencari tempat tumbuh di tanah ini. Aku bagaikan gelandangan melarat yang mencari kelahiran kembali pada suatu dunia yang baru. Kata-kata cahaya yang biasa meloncat dari hatiku kini telah lenyap dari pertaubatan dan digantikan suatu kekosongan dan kegemparan mengerikan yang menggetarkan jiwa. Saat inilah aku mengisinya dengan asma Allah. Saat inilah tak henti-hentinya kuucapkan kalimat zikir kepada-Mu ya Allah.

Kini aku sadar bahwa tak ada gunanya debat kusir yang kulakukan selama ini. Tak ada gunanya aku perbuatan menjadi benar dan sempurna; lalu niat pada saat memulai pekerjaan, apakah karena Allah

berbantah-bantahan sedangkan hatiku sendiri tidak ikhlas. Ketahuilah hai Sufi Anak Zaman, bahwa untuk menjadi orang bijak dalam beramal memerlukan : ilmu, yang karenanya amal Ta’ala atau karena ingin pamer saja; kemudian haruslah Sabar, sehingga engkau dapat beribadah dengan tenang; terakhir Ikhlas, sebab itulah kuncinya amalmu akan diterima .

0 komentar: